Keep Your Spirit
Menatap matahari kala terbit di puncak pegunungan yang beselimutkan kabut tentunya merupakan pemandangan yang teramat indah bukan? Memandangi gemintang di kegelapan malam sembari mendengarkan lantunan instrument lembut berkawan segelas kopi hangat tentunya sangat menenangkan bukan?
Mentari, gemintang dikala kita saksikan dari jauh memang teramat indah. Demikian pula mimpi saat kita imajinasikan, saat kita damba terasa begitu mengundang decak. Mengajak segala dalam diri kita untuk bersenyawa guna meraihnya. Kita larut dalam simfoni cita, menabuh genderang pinta, dengan harap agar kita mampu berlabuh di dermaga cita yang kita damba.
Namun sadarilah kawan, mimpi itu tak selamanya seindah nirwana. Saat ia kita pijak, saat kita mulai menelusuri dataran mimpi tersebut, barulah kita menyadari banyak bukit dan lembah yang menghiasinya. Ia bukan semata dataran hijau yang tampak membentang lurus dari kejauhan, ia bukan seumpama permadani yang dihamparkan dengan begitu lembutnya.
Bahkan sesuatu yang teramat kita damba pun tak kan menjanjikan kemudahan seutuhnya. Karena Sang Khalik tak kan pernah berhenti mengindahkan, memuliakan, meninggikan kita melalui parade realitas. Usai peluh tercucur di jalan perjuangan menuju cita, usai kita tiba di gerbang harap dan memagut ‘setitik’ suka cita, maka ujian baru pun digelar, untuk melanjutkan proses pemuliaan diri kita.
Sang Khalik tak pernah membiarkan kesenangan berlanjut tanpa batas, air mata kembali diperas, peluh kembali dipaksa tercucur, karena hanya dengan itu semua kualitas diri akan tertingkatkan. Maka cobalah untuk kembali memaksa lisan tak mengumbar keluh, kembali ke titik terdahulu kala kita berazam tuk mengenggam harap yang menggelantung jauh di langit cita.
Sadarilah bahwa setiap episode hidup adalah panggung penyempurnaan diri, karena hidup adalah pelataran ujian, karena hidup adalah ladang untuk menegakkan tanaman kesempurnaan diri. Pupuknya adalah doa dan cairannya adalah peluh. Jangan pernah berandai bahwa pelita perjuangan itu kan padam pada saatnya, ia kan dipaksa untuk terus menyala, menerangi, memberi warna dalam hidup kita.
Sejenak saja kita hirup hawa kegembiraan untuk selanjutnya kembali mengencangkan ikat pinggang, kembali menyingsingkan lengan baju. Karena ‘season’ berikutnya dari drama penyempurnaan diri itu kan berlanjut. Peluh kan kembali menetes, bulir kan kembali mengalir. Karena sekali lagi itulah hidup, pelataran, ladang, taman-taman penyempurnaan diri tanpa henti.
Kita semestinya beruntung karena siklus shabar dan syukur itu setia berlanjut. Artinya kita masih diberi ruang untuk menyempurnakan diri, diberi kesempatan untuk mendekati gerbang rahmat yang dijanjikan oleh-Nya. Maka berhentilah menyesali apa yang tengah terjadi. Syukuri karena titik itu telah tergapai, dan sekarang beranjaklah menuju titik pemuliaan diri berikutnya.
Meninggalkan zona nyaman berkawan niat guna meraih ridha-Nya meski letih merintih jauh lebih mengundang decak langit dibandingkan bersantai berkawan kemalasan. Hidup adalah pilihan, pilihan untuk dimuliakan atau sekedar apa adanya. Tak semua orang diberi peluang pemuliaan diri seperti kita, maka syukurilah, jalanilah dengan penuh ikhlas dan ihsan.
Kelak kita kan mensyukuri keteguhan kita menelusuri setapak perjuangan tanpa henti ini. Karena tak selamanya makna sesuatu mampu kita rasakan saat ini, terkadang sesuatu yang kita caci hari ini justru akan kita lihat sebagai sumber pemuliaan diri kita yang paling esensial. Kita hanya bisa mengintip dari balik tabir, jangan sampai sedikit pemahaman terburamkan oleh bermilyar prasangka. Jalanilah, berteman takwa kita hadapi parade realitas, dengan harapan bahwa ini semua mengundang cinta dan ridha-Nya. Berjanjilah untuk lebih mampu bershabar melewati ragam realitas. Dia terlalu menyayangi untuk sekedar menyakiti kita, untuk sekedar menjerumuskan kita pada labirin tanpa ujung, Dia mencintai kita sejak pertama Dia menciptakan kita, sadarilah itu semua sahabat.
Ishbiru wa shaabiru, bershabarlah dan teguhkanlah keshabaranmu. Aku mencintai kalian karena-Nya. Semoga untai kata ini mampu menyadarkan kalian bahwa meski ruang menjadi sekat pembatas, meski samudera memisah raga namun kepedulian itu selalu ada. Kalian adalah bagian dari kisahku, maka bait do’a insyaAllah kan setia kuuntai untuk kalian. Berjuanglah terus sahabat, bersama-Nya kalian pasti bisa. InsyaAllah...wa tazzawadu fa inna khairuzzaditaqwa, berbekalah dan sebaik2nya bekal adalah takwa.
Pandeglang, 17/08/2015, Keep Fighting, Keep Hoping, Keep Holding your trust to Allah swt, be with Allah swt, always...always...and
Always remember !
TERIMAKASIH KAKAK
Tidak ada komentar:
Posting Komentar