Burung Julang Emas (Aceros
undulatus)
Tugas Mata Kuliah Ilmu Perilaku Hewan
Oleh
Monica, 1306365663
Universitas Indonesia
Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam
Departemen Biologi
Mei 2016
I.
Deskripsi Burung Julang Emas
Menurut MacKinnon dkk. (2010), burung
rangkong diklasifikasikan sebagai berikut:
Phylum :
Chordata
Subphylum
: Vertebrata
Class :
Aves
Super ordo
: Neognathae
Ordo
: Coraciiformes
Family
: Bucerotidae
Genus
: Aceros
Spesies
: Aceros undulatus
Terdapat 45 jenis burung rangkong yang
tersebar luas di seluruh dunia. Di Indonesia terdapat 13 jenis yang terdiri
dari 7 genus yaitu: Annorhinus, Penelopides, Berenicornis, Rhyticeros,
Anthracoceros, Buceros, dan Rhinoplax yang tersebar luas di
hutan-hutan Sumatera (9 jenis), Jawa (3 jenis), Kalimantan (8 jenis), Sulawesi
(2 jenis) dan Irian Jaya (1 jenis) (Sukmantoro dkk, 2007). Secara umum ciri
yang dimiliki oleh burung rangkong adalah ukuran tubuhnya yang besar dengan
panjang total antara 381 mm sampai 1600 mm. Bulu berwarna hitam, coklat, putih,
atau hitam dan putih. Kulit dan bulu di sekitar tenggorokan berwarna terang,
sayap kuat, ekor panjang, kaki pendek, jari-jari kaki besar dan sindaktil. Beberapa
jenis memiliki tanduk (casque) yang menonjol di atas paruh,
kadang-kadang berwarna mencolok, berwarna merah atau kuning. Jantan memiliki
kepala krem, bulu halus kemerahan bergantun dari tengkuk, kantung leher kuning
tidak berbulu dengan strip hitam khas. Sedangkan, yang betina memiliki kepala
dan leher hitam , dan kantung leher berwarna biru (MacKinnon et al.
2010). Julang emas (Aceros andulatus) termasuk omnivora. Makanannya
berupa biji-bijian, dedaunan dan serangga. Perbedaan antara julang emas jantan
dan julang emas betina disajaikan dalam Gambar 1.
Gambar 1. Julang Emas (Aceros Undulatus ) (a) jantan (b) betina
Perilaku julang emas (Aceros andulatus)
memiliki kebiasaan terbang berpasangan atau dalam kelompok kecil di atas hutan,
dengan kepakan sayap yang berat, apabila terbang rendah terdengar kepakan
sayap”wut…wut…wut…”. Salah satu Jenis burung yang dimiliki Indonesia
adalah burung Rangkong (Bucerotidae). Indonesia memiliki 14 spesies burung
Rangkong dari 45 spesies burung Rangkong yang ada di dunia. Spesies tersebut
tersebar di lima pulau besar, yaitu di Sumatera 10 spesies, Jawa 3 spesies,
Kalimantan 8 spesies, Sulawesi 2 spesies, dan Irian Jaya 1 spesies (Holmes
1993). Tiga jenis burung rangkong yang ada di Jawa adalah Anthracoceros
albirostris (Kangkareng Perut Putih), Buceros rhinoceros (Enggang
Cula), dan Aceros undulatus (Julang Emas). Shannaz et al (1995),
mencatat bahwa terdapat tiga jenis burung yang termasuk Famili Bucerotidae
memilliki kategori terancam punah untuk jenis Aceros corrugatus (Julang
Jambul Hitam), Aceros everetti (Julang Sumba), dan Aceros
subruficollis (Julang Dompet). Beberapa spesies seperti Antracoceros
malayanus (Kangkareng Hitam), dan Buceros vigil (Enggang
Gading) dimasukkan dalam kategori mendekati terancam punah.
Perburuan
terhadap jenis burung Julang Emas dewasa ini terus meningkat sehingga
menyebabkan populasinya semakin menurun. Julang Emas telah dilindungi UU
diantaranya berdasarkan Peraturan Perlindungan Binatang Liar No. 226 tahun
1931, UU No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Hayati dan
Ekosistemnya yang dipertegas dengan SK Menteri Kehutanan No.301/Kpts-II/1991
tentang Inventarisasi Satwa yang dilindungi Undang-Undang, SK Menteri Kehutanan
No.883/Kpts-II/1992 tentang penetapan tambahan beberapa jenis satwa yang
dilindungi Undang-Undang, dan PP No. 7 tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis
Tumbuhan dan satwa. IUCN (International Union for Conservation of Nature) menyatakan
bahwa status keterancaman burung Julang Emas masih beresiko rendah (Least
concern). Namun demikian, menurut kategori CITES (Convention on
International Trade of Endangered Species of Wild Fauna and Flora) spesies
burung Julang Emas merupakan fauna yang termasuk dalam Appendix II (status
perdagangan belum terancam tapi akan terancam punah apabila dieksploitasi
lebih), yaitu jenis yang boleh diperdagangkan hanya dalam kondisi tertentu,
seperti riset ilmiah saja.
Penurunan Populasi burung Julang Emas dapat
disebabkan oleh beberapa faktor seperti berkurangnya jenis tumbuhan yang menjadi
sumber makanan, ditambah dengan hilangnya habitat asli, perburuan dan perdagangan
yang semakin tidak terkendali, serta pengaruh pestisida yang dapat menyebabkan
rusaknya fungsi reproduksi karena residu kimia yang terakumulasi melalui rantai
makanan mengakibatkan cangkang telur menipis. Kesadaran masyarakat yang rendah
dalam menjaga kelestarian hutan juga menjadi bagian yang tidak dapat diabaikan
pengaruhnya terhadap kelestarian burung rangkong (Sukmantoro 2002)
2. Perilaku
Burung Julang Emas
Tingkah laku bersarang burung Julang Emas sangat menarik. Burung betina yang sedang mengerami telurnya biasanya berada didalam lubang pohon yang ditutup dengan lumpur, hanya disisakan sedikit lubang yang cukup untuk melewatkan makanan oleh jantan. Sewaktu telur menetas, betina memecahkan penutup sarang, lalu menutupnya kembali sampai saat burung muda siap untuk terbang. Pada waktu terbang Julang Emas dapat dibedakan dengan jenis rangkong yang lain secara mudah dan cepat dengan melihat bentuk paruh warna sayap dan warna ekor (Gambar 2).
Gambar 2 . Rangkong Jantan saat terbang
Keterangan :
1. Annorhimus galeritus ( Enggang kilingan)
2. Aceros comatus (Enggang jambul)
3. Aceros corugatus ( Julang jambul hitam)
4. Aceros undulatus ( Julang emas)
5. Anthracoceros malayanus (Kangkareng hitam)
6. Anthracoceros albirostris (Kangkareng perut putih)
7. Buceros rhinoceros (Rangkong badak)
8. Buceros bicornis (Rangkong papan)
9. Buceros vigil (Rangkong gading)
Burung
ini termasuk jenis burung monogami yaitu hanya memiliki satu pasangan.
Kebiasaan burung Julang Emas terbang berpasangan atau dalam kelompok kecil
diatas hutan, dengan kepakan sayap yang berat sambil mencari pohon buah-buahan
(Mackinon et al 2010). Burung Rangkong beristirahat dalam banyak
kelompok yang terbagi dalam beberapa rusting tree, dengan berkelompok
Rangkong akan merasa aman dan nyaman untuk beristirahat.
Burung Julang Emas biasanya berkembang biak
pada bulan Januari-Mei (Poonswad 1993). Musim hujan merupakan suatu pendorong
untuk melakukan perkembangbiakan dikarenakan pada waktu tersebut terdapat
banyak tanah basah yang berguna untuk membangun dinding sarang. Adanya pengaruh
musim terhadap pola perkembangbiakan sesuai dengan penelitian sebelumnya di
Pulau Nusakambangan yang menunjukkan bahwa musim tidak berbiak burung Rangkong
terjadi antara bulan Oktober - Desember (Nugroho 2000).
3. Habitat Julang
Emas
Habitat
merupakan tempat hidup bagi suatu organisme, yang berarti sebagai tempat
tinggal atau tempat mencari makan. Hidup dan berkembangnya suatu spesies ini
memerlukan vegetasi dan pelindung untuk pergerakan, makan, mendapatkan air,
tidur, berkembang biak, dan memelihara anak-anaknya (Alikodra 2010). Kelompok
burung Rangkong (Bucerotidae) sangat menggemari buah Ara (Ficus sp).
Jumlah pohon Ficus sp semakin sedikit di temui di hutan. Pohon Famili
Moraceae khususnya Ficus sp memiliki karakteristik yang sesuai sebagai
habitat Burung Julang Emas. Ficus sp selain menyediakan buah-buahan
sepanjang tahun, juga memiliki pohon yang rimbun dan tinggi serta mampu tumbuh
besar sehingga menjadi tempat berlindung yang aman.
Julang Emas melalui kotorannya
sangat berperan dalam penyebaran biji di hutan karena sistem pencernaan Julang
Emas tidak merusak biji buah. Selain itu, pergerakan Julang Emas keluar dari
pohon penghasil buah ke pohon lainnya membantu menyebarkan biji ke area lainnya
dan meregenerasi hutan secara alami. Family Bucerotidae menyukai hutan dengan
vegetasi rapat dan kanopi yang luas, pohon yang percabangannya banyak dan kuat,
serta diameter pohon yang besar. Family Bucerotidae memanfaatkan ruang tajuk
strata atas dengan ketingggian (4,5-15m ataupun >15m) yang memenuhi keamanan
bagi burung dalam melakukan aktivitasnya (Darmawan 2006).
4. Perawatan Kandang dan Burung
1. Perawatan Kandang
Kebersihan kandang beserta kelengkapannya perlu diperhatikan karena
akan berhubungan dengan kesehatan burung. Kandang yang terjaga kebersihannya cenderung
dapat menghindarkan burung dari penyakit, sementara kandang yang terlihat kotor
akan memudahkan timbulnya serangan berbagai penyakit. Kotoran pada kandang
dapat bersumber dari sisa pakan, faeces burung, sampah atau debu.
Kotoran ini sering menumpuk pada alas kandang, lantai kandang, atau melekat
pada tenggeran. Oleh karena itu, dalam pembersihan, bagian-bagian ini perlu
mendapat perhatian. Tindakan yang diperlukan untuk menjaga kebersihan kandang,
antara lain, adalah:
a. Mengeruk, menyikat dan menyapu kotoran yang melekat pada
bagian-bagian
kandang untuk dibuang pada tempat pembuangan yang telah disiapkan.
b. Menyemprot atau menyiram dengan air pada bagian kandang yang
telah
dibersihkan secara rutin dua kali sehari .
c. Menyemprot kandang dengan desinfektan secara reguler 1 bulan
sekali
2. Perawatan Burung
Pada bagian-bagian tubuh burung seperti paruh, bulu sayap, ataupun
telapak kaki, sering melekat kotoran baik bersumber dari pakan, debu, atau
kotoran lain. Selain itu, kadang-kadang beberapa burung terluka akibat
aktivitasnya. Agar kotoran yang melekat tidak menjadi sumber penyakit dan luka
burung tidak menjadi infeksi atau bertambah parah, burung-burung dalam
penangkaran perlu mendapat perawatan dan pemeliharaan. Tindakan perawatan
burung yang perlu dilakukan, antara lain, adalah:
a. Membersihkan bagian-bagian tubuh yang kotor, kemudian menyiram
atau memandikannya dengan menggunakan semprotan air. Kegiatan ini sebaiknya dilakukan
tiap hari dan waktu memandikan burung sebaiknya dilakukan pada pagi hari
sekitar pukul 09.00 agar burung dapat mengeringkan tubuhnya yang basah dengan
cara berjemur.
b. Mengobati bagian tubuh burung yang terluka dengan menggunakan
obat luka.
3. Penandaan (tagging)
Pemberian tanda (tagging) diperlukan untuk mengetahui
silsilah, umur, nama pemilik penangkaran, memudahkan dalam pemberian pakan dan
pengontrolan, serta sebagai tanda bahwa burung tersebut adalah burung hasil
penangkaran. Pemberian tanda pada burung dapat dilakukan dengan menggunakan
cincin alluminium yang anti karat berbentuk bulat yang biasa dijual di toko.
Pemasangan cincin dilakukan pada kaki kiri karena kaki kiri sering dipakai
untuk bertumpu sedangkan kaki kanan dipakai untuk mengambil, memegang atau
menjepit pakan. Pemasangan cincin sebaiknya dilakukan pada piyik yang berumur ±
20-30
hari karena pada umur muda tidak akan merusak kakinya. Pemasangan
cincin dilakukan dengan cara menyatukan tiga buah jari kaki kemudian cincin dimasukkan
dan didorong ke belakang sampai jari kaki pertama pada bagian samping kembali
bersatu dengan jari kaki lainnya.
5. Jenis Penyakit dan Pengendaliannya
Burung-burung dalam penangkaran
walaupun telah dirawat dengan sebaikbaiknya,
kadang-kadang atau masih sering terserang penyakit. Pengenalan
jenisjenis penyakit sangat diperlukan untuk menentukan langkah-langkah pengendaliannya.
Jenis-jenis penyakit yang pernah menyerang burung dalam penangkaran adalah
Tetelo atau Newcastle Disease (ND), Chronic Respiratory Disease (CRD),
Coccidiosis (berak darah), Enteritis (radang usus), Proventriculitis
(radang tembolok), Lice (kutu) dan Mycosis (jamur). Selain
itu, pada beberapa tahun terakhir, dunia perunggasan (termasuk burung) di
Indonesia terjangkit penyakit flu burung (Avian Influenza/AI) yang
sangat berbahaya dan bersifat zoonosis (menular dari hewan ke manusia).
Beberapa pendapat, meng-khawatirkan kasus ini terjadi pula pada satwa burung, terutama yang sudah dipelihara manusia.
Oleh sebab itu, pencegahan dan pengendalian penyakit menjadi hal yang penting
dalam kegiatan penangkaran burung.
Daftar Acuan
Darmawan, Muhdian Prasetya. 2006. Keanekaragaman Jenis
Burung pada Beberapa Tipe Habitat di Hutan Lindung Gunung Lumut Kalimantan Timur.
(Skripsi). Departernen Konservasi Sumber Daya Hutan dan Ekowisata.
Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
MacKinnon J, K Philips & B Van
Balen. 2010. Burung-burung di Sumatera, Jawa, Bali (Termasuk Sabah,
Sarawak, dan Brunei Darussalam). Jakarta: Puslitbang-Biologi.
Shannaz J, Jepson, & Rudyanto.
1995. Burung-Burung Terancam Punah di Indonesia. Jakarta: PHPA/Birdlife
International-Indonesian programme.
Sukmantoro W, M Irham, W Novarino, F
Hasudungan, N Kemp & M Muchtar. 2007. Daftar Burung Indonesia no.2.
Bogor: Indonesian Ornithologists’ Union